Rabu, 20 Februari 2019

Logika Berkata Rasa

Entah apa yang membuat akhir-akhir ini menjadi gemar membicarakan rasa. Rasa, apa itu rasa? Sebuah karunia dari Tuhan yang begitu kaya. Karena rasa, aku dapat mengetahui gejolak-gejolak di dada baik rasa senang maupun sebaliknya. 

Berbicara tentang rasa, apa tidak sebaiknya ketika rasa benar-benar dikendalikan sehingga dapat tidak terlalu liar dalam mengendalikan suasana hati seseorang? atau bahkan mengendalikan seseorang dalam mengambil sebuah tindakan serta dalam mengambil keputusan tentang sebuah permasalahan. Semua itu karena rasa memang luar biasa. 

Hidup dikendalikan oleh rasa itu ada baiknya. Baiknya yaitu menjadi seorang yang memiliki simpati dan empati dan peka (mungkin). Akan tetapi setiap hal memiliki dua sisi yang berbeda. Ada hal yang negatif juga dari rasa yang begitu dominan dari seseorang yaitu rasa itu dapat melumpuhkan logika karena segalanya didominasi oleh rasa. 

Paham maksudnya? 
Pahami saja, sesekali gunakan logikamu jangan melulu mengandalkan perasaanmu. 

Lantas baiknya seperti apa? Terlalu menonjolkan logika? Ah, itu hanya akan membuat seseorang menjadi terlalu kaku. Bukan seperti itu yang tepat. 

Baiknya adalah saling seimbang antara logika dan rasa. Mengapa? agar keduanya berjalan beriringan. Ketika perasaan tak bisa diandalkan, dapat menggunakan logika untuk membantu kembalinya rasa yang lebih rasional dalam suatu keadaan. Ketika logika sudah berada di luar nalar, dapat menghidupkan rasa agar lebih nalar dan lebih manusiawi. Terkadang, manusia hanya dominan menggunakan satu hal saja. Begitu juga denganku di suatu keadaan. 

Lelah terus menerus terbelenggu dengan rasa yang begitu membuat hati merasa tak tenang, gelisah, tak tahu arah melangkah. Rasanya memang sudah tidak waras ketika logika berulangkali menertawakan hati yang begitu lemah. Kadang, merasa benar-benar dibodohi oleh sebuah rasa yang pada akhirnya hanya menciptakan resah dan gelisah. 

Ketika rasa yang ditunjukkan dan diberikan tak kunjung mendapat balasan atau ketika rasa yang dengan tulis diberikan namun disia-siakan, apa tidak lebih baik jika berhenti saja tak usah memberikan lagi rasa yang dengan terang-terangan diabaikan dan disia-siakan? Logika berkata demikian dan logika memiliki peran yang dapat dinalar. Akan tetapi, ketika sebuah rasa masih saja tidak rela benar-benar berhenti, lantas apa yang akan terjadi? 

Ah sungguh bodoh diri ini. Tak bisa terus-terusan seperti ini jika memang tidak mau dipermainkan lagi. Sudah bosan, bukan? Logika ini terus saja memaki. 

Kini saatnya benar-benar belajar dan saatnya logika berkata tentang rasa. Coba rasakan bagaimana rasanya ketika benar-benar tulus memberi namun tak sekalipun di hadapannya tak berarti? Coba rasakan bagaimana rasanya saat tulus menyayangi namun akhirnya hanya hati yang tersakiti? Coba rasakan bagaimana dengan telaten setiap hari menjadi bagian yang tak pernah sedetikpun absen di setiap harinya namun pada akhirnya disia-siakan tanpa arti? 

Semua terasa menyakitkan, pedih, tak berarti, mengecewakan dan benar-benar menyedihkan. 

Lantas, saat hal itu sudah dirasakan dan sudah dialami maka selanjutnya bagaimana? Apakah akan tetap berada dalam situasi yang sama dan akan terus menerus merelakan logika menertawakan kebodohan hati? Mau sampai kapan seperti ini? 

Hal yang pantas dilakukan adalah coba sekali mengandalkan logika dan menggunakan waras untuk mengambil sebuah keputusan serta suatu tindakan. Tidak maukan selamanya dianggap bodoh dan lemah karena terlalu mengandalkan rasa? Maka jawabannya adalah TINGGALKAN, IKHLASKAN, DAN MELUPAKAN SECARA PERLAHAN. 

Buat apa sih mempertahankan yang terlalu sering menyakiti dan mengecewakan? Tidak ada gunanya. Ada sih beberapa guna dari hal itu yaitu menjadi lebih kuat hati dan lebih pintar dalam menaruh hati untuk seseorang. Tentunya, bukan pada orang yang salah kembali. Sudah cukup bukan menitipkan hati pada orang yang tidak tepat? 

Sekali lagi, jangan hanya mengandalkan rasa karena terkadang itu saja tidak cukup baik untuk dijalani. Sesekali biarkan logika yang berkata rasa jika memang semua sudah di luar batas kendali hati. Jangan biarkan rasa terus-terusan mengendalikanmu. Sesekali, imbangkan rasa dan logika agar kamu tidak terus terbelunggu dalam jebakan rasa yang tak mampu kau kendalikan sendiri. 

Kamu berhak hidup bahagia meskipun tak lagi memberikan rasa pada dia yang tak tahu diri atau pada dia yang hanya membuat rasamu itu sia-sia. Dia bukan segalanya untuk kebahagiaanmu karena dia belum tentu bahagia ketika bersamamu. Sadarlah, apa yang dia perbuat, sama sekali tidak mencerminkan seseorang yang benar-benar membutuhkanmu atau benar-benar menaruh rasa untukmu. 

Mangkannya, buka pikiranmu. Selama ini, pikiranmu dikuasai rasamu yang hanya tertuju pada dia namun rasamu itu buta. Rasamu tidak benar-benar tahu tentang rasanya yang kau anggap layak kau perjuangkan. Semua salah. Dia mungkin lebih bahagia dengan orang lain atau dia mungkin hanya menganggapmu pelipur sunyi di kala sedang sendiri. Sadarlah wahai hati! Kau telah dikelabuhi ribuah kali!

"Jangan biarkan rasa melumpuhkan logika." 

Senin, 18 Februari 2019

Rasa Kaya

Tuhan memang Kaya
menciptakan rasa untuk manusia
manusia yang terkadang tidak dapat mengendalikan rasa
atau, manusia yang cenderung dikendalikan rasa

rasa, beragam bentuk rupa dan warna
rasa memang kaya
kaya memang banyak
banyak memang terkadang membuat muak

Rasa kaya
terkadang rasa begitu kuat hingga mampu membutakan logika
ah, memang sulit mengendalikan rasa
tak seharusnya manusia dikendalikan oleh rasa
namun yang terjadi, sekali lagi logika tak lebih hebat dari rasa
rasa memang kaya.


"Manusia bukanlah Malaikat, wajar bukan jika manusia merasa bosan dengan keadaan? begitu juga dengan aku yang sedang merasa sangat bosan sejak beberapa waktu yang lalu, telah lama tapi tak pernah dirasa namun kali ini sedang merasakannya."

Senin, 11 Februari 2019

#Mereview Novel: Arah Langkah


Hello, world.

Oke gue kembali untuk mereview novel dari salah satu penulis yang gue suka karya-karyanya. Dia adalah bung Fiersa Besari. Entah apa yang membuat gue tiba-tiba merasa kecanduan sama karya bung satu ini. Berawal dari iseng lihat di toko buku sinopsisnya kok rasanya seperti menggugah diri untuk membaca. Yap, pada akhirnya gue memutuskan untuk membeli novel berjudul Arah Langkah agar gue tahu arah jalan hidup gue mau dibawa kemana wkwkwk.

Mulai yaa, dari cover novel itu sudah menunjukkan sesuatu yang membuat penasaran. Gue kan jadi penasaran dong, dari sinopsis juga membuat penasaran. Mengisahkan perjalanan bung dan teman-teman dalam mengelilingi Indonesia. Sebagai orang yang ingin keliling Dunia tapi hanyalah sebuah wacana, gue auto ingin baca gimana sih kisah perjalanan bung dan kawan-kawan karena saat gue baca novel Garis Waktu, gue juga udah terlena duluan sama setiap kata dan kalimat yang disuguhkan di dalamnya.

Di halaman awal, gue udah ketagihan ingin segera menyelesaikan sampai halaman akhir. Membuat penasaran dan membuat gue juga hanyut dalam cerita. Dari novel itu juga gue jadi tahu bagaimana sosok bung Fiersa yang mengalami sebuah pengalaman pahit dalam hidupnya namun bung berusaha bangkit dengan cara yang elegan. Alur cerita yang membuat gue tahu karena alurnya tidak melulu maju namun juga mundur beberapa langkah. Bagus dan ya menarik karena gue aja nulis alur maju belum seberapa hebat.

Kata, kalimat, dan paragraf dalam setiap bagian cerita ditulis secara sederhana namun mengena. Ringan tapi tidak murahan juga. Jadi, gue merasa asik saat membacanya dan mudah dipahami setiap kalimat, isi dan intinya.

Gue engga mau cerita banyak tentang novel karya bung Fiersa ini, karena menurut gue, kalian baca aja deh biar tahu isinya gimana secara keseluruhan. Menurut gue sih ya direkomendasikanlah. Gak rugi. Banyak kisah seru dan cerita seru serta petualangan seru di dalam bukunya.

Awalnya, gue merasa menikmati setiap bagian cerita di setiap tempat apalagi ketika masih di Pulau Sumatra. Akan tetapi, ketika sudah berpindah pulau gue jadi degdegan. Why? Karena halaman sisa yang belum gue baca itu tinggal dikit dan tempat yang ada di dalam benak gue, yang bikin gue penasaran belum terkuak di halaman sisa yang belum gue baca.

Ada beberapa hal yang membuat gue sedih yaitu di saat-saat menuju ending itu emmm bingung gue jelasinnya. Penuh dengan hal-hal tak terduga dan gue salut sama bung Fiersa tetap kekeuh dalam merampungkan misi berkelana meskipun ya ada saja halangan yang menghadang.

Nilai plus dalam novel itu adalah adanya beberapa foto yang mewakili perjalanan mereka di setiap tempat. Gue semakin antusias dong penasaran gimana pemandangan alam Indonesia yang katanya memang begitu indah. Ternyata benar, alam Indonesia itu begitu indah dan parahnya kenapa gue itu engga bener-bener niat buat sekedar berkunjung menikmatinya ketika gue masih senggang dulu?

Membaca novel Arah Langkah membuat gue sadar bahwa gue ini termasuk manusia rumahan yang membosankan. Gue engga punya kenekatan dan keberanian seperti bung Fiersa, seperti kak Prem temannya bung yang merupakan perempuan. Ah payah sekali. Dulu gue lulus kuliah langsung saja menjadi pengangguran yang tidak memanfaatkan masa-masa pengangguran dengan baik dengan sedikit belajar di alam bebas.

Novel Arah Langkah juga membuat gue tahu bahwa ketika kita memiliki tujuan baik, orang pasti akan baik sama kita. Karena apa? karena setiap mengunjungi tempat-tempat baru, bung seringkali menemukan teman baru dan tentunya orang yang baik juga dan teman yang dapat dijadikan saudara. Gue salut sama bung dan kawan-kawannya yang begitu pintar menempatkan diri dan beradaptasi dengan lingkungan baru dari Barat hingga Timur Indonesia. Gue belum tentu bisa seperti itu, karena gue seringkali malas untuk bertanya dan berbicara. Ah, sungguh kepribadian yang tidak baik.

Gue merasa sangat ingin sekali untuk bepetulang namun waktunya tak ada. Bukannya tak ada, gue aja yang engga berani untuk melangkah dan memutuskan untuk keluar dari zona nyaman. Membaca novel Arah Langkah membuat gue merasa bahwa gue itu ya orang yang benar-benar memiliki hidup membosankan. Gue ingin jadi temennya bung Fiersa yang berani mendaki gunung Mahameru padahal sebelumnya belum pernah mendaki sekalipun. Nah, gue mendaki gunung Api Purba Nglanggeran aja udah mau klenger di pos satu. Tahun lalu, gue jalan buat ke padang Savana di Dieng aja, benar-banar hampir engga kuat. Gue benar-benar merasa tidak percaya diri kalau gue bisa mendaki gunung sampai puncak.

Novel karya Bung Fiersa benar-benar membuat iri. Hahaha, maksud gue iri dalam artian kok ya pikiran gue sempit banget ya, kok hidup gue melulu buar karir, karir, dan karir. Gue suka nulis, kenapa gue nggak mencoba jadi penulis yang benar-benar serius.

Selain membuat iri, novel Arah Langkah ini membuat sedikit greget. Kenapa? Karena karya yang bagus itu adalah karya yang tidak benar-benar memiliki akhir yang pasti dan jelas. Aneh? Tidak juga, namun gue menikmati ending yang terpampang nyata meskipun pada akhirnya hanya menyisakan tanya.

Penasaran dengan kisah perjalanan bung Fiersa beserta teman-temannya? Baca saya novelnya. Dijamin tidak akan menyesal. Sungguh menarik dan benar-benar membuat diri ini menjadi sadar bahwa hidup itu tidak akan pernah asik jika hanya berdiam diri di dalam kamar.


“Melangkahlah dan jangan ragu. Keraguanmu akan membawamu ke tempat yang tidak tepat. ”

Jumat, 01 Februari 2019

#Melogic Apa yang Ditakuti Dari Kegagalan?

Hello, hi...
Kembali lagi dengan saya yang ingin sedikit mengajak kalian berfikir tentang sesuatu yang sepertinya seringkali ditakuti oleh banyak manusia termasuk diri saya sendiri. Yap, takut akan kegagalan atau gagal dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Takut gagal dan takut akan terjatuh sehingga tak mampu untuk bangkit lagi.

Menurut kalian, kegagalan itu apa sih? Apakah suatu hal yang dihindari? Ataukah suatu hal yang sangat menakutkan? Mengerikan? Ataukah sebagai bayang-bayang yang menakutkan sehingga tidak mampu untuk melangkah? Ah, tidak-tidak, kegagalan tidak seekstrim itu.

Pernahkah kalian mengalami kegagalan? Pernahkah kalian gagal? coba jawab, jangan hanya diam saja.

Saya adalah salah satu orang yang sudah lebih dari dua kali gagal untuk urusan pendidikan dan karir. Awalnya, kegagalan terasa amat sangat menyakitkan bahkan membuat saya seolah tak mampu untuk bangkit. Dunia seolah sudah berakhir dan saya menjadi seorang yang benar-benar berakhir mengenaskan. Bukannya saya begitu melebihkan kegagalan yang pernah saya alami, namun memang itulah yang saya rasakan pada saat itu yaitu tahun 2011 dimana usia saya baru menginjak 17 tahun.

Bicara tentang usia 17 tahun, katanya 17 tahun adalah masa atau tahun dimana dunia begitu manis karena ada istilah sweet seventeen. Oh My God! Saya tidak merasakan manisnya usia 17 tahun seperti yang seringkali remaja lain alami. Masa-masa itu menjadi masa paling pahit selama perjalanan hidup 24 tahun ini. Serius, saya tidak mengada-ada.

Saat itu, saya gagal mendapatkan apa yang saya inginkan. Hidup terasa begitu tertekan dan merasa bahwa ya sudahlah memang saya orang yang bodoh dan tidak berguna. Ah sungguh menyedihkan dan membuat seringkali berderai air mata saat remaja. Menangis, menangis dan menangis. Tak jarang, orang disekitar bukannya membuat bangkit akan tetapi membuat semakin jatuh dan terinjak. Begitu menyedihkan.

Apalagi, saat kembali gagal di tahun yang sama. Benar-benar sangat mengecewakan dan memalukan. Mengemban beban berat eksprektasi orang tua yang menginginkan anaknya begini dan begitu namun hasil yang didapatkan benar-benar kosong, tak ada hasil apapun. Malu? Oh jelas. Kecewa? pasti dong.

Akhirnya, sebuah keputusan harus diambil. Keputusan saya pada saat itu adalah melanjutkan perjuangan di tahun selanjutnya. Intinya, saya tidak ingin menjadi orang yang semakin bodoh.

Lambat laun, hidup terasa berat memang apalagi ketika banyak mulut tetangga yang berbicara seenaknya tak mau memahami bagaimana sih perasaan orang lain. Ah sungguh menyedihkan. Semua itu terdengar begitu menyebalkan memang, tak jarang menjatuhkan mental. Akan tetapi, entah apa yang terjadi saat itu bertemu dengan seseorang yang mampu menyadarkan logika saya yang mulai tidak waras bahwa tidak ada gunanya terus meratapi apa yang telah terjadi atau kegagalan yang terjadi.

Oke, saat itu saya mulai berfikir tentang hidup saya. Bagaimana cara untuk bangkit dari kegagalan dan meraih hal yang saya inginkan sehingga saya tidak gagal untuk kedua kalinya. Kalian tahu kan? Kegagalan begitu menyakitkan.

Hari demi hari dilalui dengan lebih baik. Hidup mulai tertata setelah enam bulan hidup terasa begitu menyedihkan sebagai pengangguran yang mendambakan kesuksesan. Pola berfikir juga mulai berubah menjadi lebih baik. Tidak ingin terus menerus larut dalam kesengsaraan. Mulai usaha sungguh-sungguh dan mulai mendekatkan diri pada Sang Pencipta.

Ya, kadang saya merasa malu. Mengapa saya mendekat ketika sedang butuh saja? ah, sungguh tidak bisa dibiarkan. Manusia macam apa saya ini?

Beberapa bulan memperbaiki diri, memperbaiki niat, memperbaiki semangat dan mulailah menjadi manusia yang haus akan ilmu, haus akan amat perbuatan baik dan pada akhirnya merasa benar-benar menjadi manusia baru. Ada yang mengatakan bahwa ketika kita menginginkan sesuatu yang besar, semua itu dimulai dari sesuatu yang kecil.

Dari hal itulah saya mencoba memulai sesuatu hal yang kecil dari waktu saya bangun di pagi hari. Mulai bangun pukul lima pagi dan ketika lebih dari itu saya memberikan reward untuk diri sendiri berupa sit up 10 atau 20 kali. Setelah itu, saya juga melanjutkan melakukan hal lain seperti membantu mengerjakan pekerjaan rumah bahkan hampir semua pekerjaan rumah saya yang mengerjakan. Sungguh masa dimana saya menjadi seorang yang mau bekerja keras bangkit dari keterpurukan, saya rasa.

Lambat laun, saya juga menjadi seorang yang lebih percaya diri dan lebih matang. Saya belajar mengambil keputusan dan segala resiko saya siap hadapi meskipun sesungguhnya ada rasa dalam hati yang masih merasa sedikit bahkan banyak trauma akan kegagalan itu. Saya takut gagal, lagi dan lagi. Akan tetapi pada akhirnya, saya berani memutuskan untuk mengambil sesuatu yang  bermanfaat untuk saya dikemudian hari.

Pasrah namun yakin. Pada akhirnya entah apa yang terjadi entah skenario apa yang memang benar-benar Allah siapkan untuk saya, yey saya berhasil juga mendapatkan apa yang memang saya butuhkan. Dari hal itu saya yakin bahwa Allah akan memberikan segala sesuatu pada HambaNya di saat yang tepat dan memang hal itu dibutuhkan oleh HambaNya. Saat gagal, saya rasa semuanya belum tepat dan saya belum siap.

Selah saya berhasil mendapatkan apa yang saya idamkan, hidup saya tak serta merta selalu bahagia dan selalu berhasil mendapatkan apa yang saya inginkan. Saya juga sempat gagal beberapa kali. Terbaru adalah tahun lalu, tahun 2018. Saya gagal dan konyol sekali rasanya.

Kenapa saya mengatakan konyol? Ya, andai saja pada saat itu saya menuruti apa yang ayah saya katakan, saya pasti akan berhasil. Sayangnya, saya tidak menurutinya dan mengambil keputusan sendiri tanpa pedulikan masukan ayah saya. Konyol bukan?

Akan tetapi, mungkin karena sudah sering mengalami kegagalan, saya tidak benar-benar merasa terpuruk atau meratapi kegagalan terbaru saya secara berlebihan. Mental saya sudah teruji dengan beberapa kali mengalami kegagalan yang begitu menyakitkan. Ya memang ada rasa menyesal karena tidak mendengarkan perkataan orang tua, namun aku hanya mampu mengambil hikmah dari kegagalan ini.

Saya rasa, disetiap kegagalan yang saya alami memang ada hikmah di baliknya. Tuhan secara tidak langsung menyadarkan pada saya bahwa berjuang meraih sesuatu yang besar itu tidaklah sederhana karena memerlukan persiapan dan proses yang tidak biasa. Selain itu, Tuhan juga mengajarkan pada saya agar saya tetap kuat sehingga mampu bangkit dalam memperbaiki kegagalan menjadi sebuah kesuksesan di waktu yang tepat.

Coba banyangkan ketika seseorang selalu mendapat kemudahan disetiap jalan yang ia lalui, bagaimana mental mereka? Saya tidak yakin ketika suatu hari dia mendapat kesulitan atau ditempa kegagalan, dia mampu bangkit dari kegagalan dengan mudah. Bisa saja, dia tidak siap secara mental dan terpuruk dalam kegagalan hingga tak bisa bangkit pada akhirnya tenggelam dalam kegagalan.

Oleh sebab itu, apa sih yang ditakuti dari kegagalan? Ya memang mengecewakan, akan tetapi, tidaklah seburuk itu ketika kita dapat mengambil hikmah dari kegagalan yang dialami.

Hikmahnya apa saja si? Ya apa saja yang dapat diambil, setiap orang dalam melihat hikmah dibalik suatu musibah atau kejadian itu tidaklah sama bahkan ada yang tidak dapat melihat hikmahnya. Payah, bukan? Jangan sampai kita menjadi golongan orang seperti itu.

Luangkan waktu untuk sejenak berpikir apa yang terjadi ketika mengalami kegagalan, usaha apa yang dilakukan untuk bangkit perlahan, atau justru ratapan apa yang selalu dinomor satukan ketika mengalami kegagalan hingga akhirnya jatuh dan terpuruk. Coba luangkan waktu kalian untuk berpikir. Ya, setidaknya dengan berpikir, kalian akan memahami jawaban tentang pertanyaan “apa sih yang ditakutkan dari kegagalan?”

Ingatlah bahwa jangan biarkan hidupmu berakhir karena kegagalan yang menimpamu. Gagal sekali bukan berarti akan gagal selamanya seumur hidupmu. Gagal sekali, berhasil ribuan kali. Lebih baik untuk tidak mengakhiri perjuangan ketika mengalami kegagalan. Hidupmu akan terasa sangat sia-sia ketika begitu dalam meratapi kegagalan. Bukankah begitu? Kegagalan tidak berhak merenggut masa depanmu dan memvonis hidupmu berakhir tanpa makna.

Seorang yang sukses adalah seorang yang berani mengambil resiko meskipun itu adalah sebuah kegagalan. Akan tetapi, seorang yang sukses adalah seorang yang tidak serta merta menerima kegagalan yang membuat orang tersebut mundur hingga berhentu berusaha. Orang yang sukses adalah orang yang mampu berusaha memperbaiki usahanya ketika mengalami kegagalan agar tidak lagi mengalami kegagalan yang sama. Berani belajar dari kesalahan dan berusaha lebih dibanding usaha yang telah lalu.

Bukankah begitu?

Ah sudah lah ya, sekian dari saya dan semoga bermanfaat.

“Kita boleh gagal saat ini namun kita tidak boleh gagal lagi esok hari.”

Senin, 28 Januari 2019

#Mereview Novel: Looking for Alaska

cover novel

Hi...

Emmm, memang segala sesuatu ketika dimulai dari awal, rasanya dan hasilnya tak lagi sama. Iya tidak? Inilah yang sedang gue alami di dalam blog ini yang segalanya dimulai dari awal meskipun postingan jaman dahulu masih ada dan tersimpan di draft.

Ah sudah, tak perlu meratapi apa yang telah terjadi. Hey, masa kejayaanmu itu sudah sirna. Hidup itu bagaikan roda yang berputar. Dulu, pernah di atas, pernah populer, pernah banyak fans yang menanti setiap karya baru setiap minggu. Nah, sekarang semua itu tak lagi sama. Ketika mulai berhenti, yang tadinya setia menunggu pun sudah lupa dengan kebiasaan mereka saat itu atau mereka telah berpaling ke orang baru yang lebih mengerti mereka yang setia menunggu.

Bukan lagi waktunya meratapi ini dan itu. Jalani saja, mulai dari awal dan benar-benar memulai dari titik terendah untuk mencapai puncak tertinggi. Toh niatnya bukan mencari popularitas. Hanya menyalurkan hobi. Okelah sudah cukup berkeluh kesah. Saatnya #Mereview Novel yang membuat hampir gila dengan ending yang begitu.... ahahahhaaha.

Oke dimulai, gue akan menceritakan tentang novelnya penulis yang dulunya tidak gue ketahui sama sekali. Dia dalah John Green. Dulu, gue tahu John Green karena nonton film The Fault in Our Stars. Dulu, nonton film The Fault in Our Stars karena soundtrack film itu adalah lagunya Ed Sheeran yang judulnya All of the Stars. Lagunya bagus dan jadi tertarik dengan filmnya. Sayangnya, dulu nonton film itu bukan di bioskop tapi minta doi buat download hehe. Doi yang tak kunjung kumiliki meskipun hampir kumiliki tapi ya seperti lagu berjudul Almost in Never Enough, hampir aja itu gak cukup.

sinopsis novel

Nah dulu pas main ke toko buku, gue nemu ada novel The Fault in Our Stars dan covernya udah pakai fotonya si Hazel Green dan pacarnya siapa sih ya aku tuh lupa. Ingin beli tapi udah nonton filmnya jadi tidak seru dong. Gue beralih ke novel lain, nemu beberapa novel seperti Paper Towns, Looking for Alaska, Let it Snow, dan The Abundance of Katherine. Akan tetapi, gue ngambil yang Looking for Alaska. Entah mengapa, tertarik aja dengan sinopsisnya yang menyebutkan bahwa si tokoh laki-lakinya gemar mempelajari tentang kalimat terakhir dari tokoh-tokoh penting dunia dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Pada akhirnya, gue beli dong dengan harga yang standar kalau di toko buku sih. Sampai di kost, gue baca dong tapi namanya novel terjemahan ya bahasanya berat. Gue menikmati setiap BAB yang ada di dalam novel itu. 

Hal yang gue suka dari karya John Green adalah, dia selalu menulis novel dengan sudut pandang orang pertama jadi seolah gue ikut hanyut dalam cerita. Novelnya mengisahkan tentang seorang laki-laki yang sering kali dipanggil Pudge. Dia tinggal di asrama dan dia masih sekolah dong, anak muda banget.

Gue gak mau cerita banyak tentang isi cerita dalam novel itu. Akan tetapi, gue mau bilang kalau gue jadi jatuh cinta sama John Green setelah membaca novel itu. Ini serius. Apalagi, ceritanya begitu membuat penasaran dan benar-benar asiklah cerita perjalanan ceritanya itu luar biasa.

Mulai luar biasa saat si tokoh perempuan ini muncul. Alaska, dia bernama Alaska. Nah, ceritanya itu mulai menantang dong karena Alaska itu kalau gue bilang mah anak asrama dan murid perempuan yang cukup liar. Seru, dia itu sungguh luar biasa dan begitu rumit untuk dipahami.

Pada akhirnya, kerumitan dan kemisteriusan Alaska yang membuat Pudge tertarik. Kisah cinta yang disajikan juga tidaklah begitu banyak karena John Green, gue rasa bukan tipikal penulis yang melulu soal cinta, atau kisah cinta yang dimulai dari nol dan berakhir dengan bahagia. Begitu murah jika seperti itu. Tidak menarik.

Novel tersebut menyajikan cerita yang perlu dipecahkan. Cinta hanyalah bumbu pemanis saja namun bukanlah poin utama. Setiap BAB sungguh menyajikan keseruannya tersendiri. Gue suka dan selalu penasaran endingnya akan seperti apa. Catatan, ada adegan ehem juga di novel itu ya maklumlah kan novel terjemahan dan pasti ala-ala barat anak mudanya. Asramanya juga uuhh ngeri, beserta dengan kehidupan di asrama itu.

Ah, sudah hampir ending dan pada kenyataannya memang ya sejatinya tidak pernah ada akhir yang menyenangkan. Menyisakan sebuah misteri yang harus dipecahkan. Akhir yang dramatis dan sebuah akhir yang begitu membuat hati ini tersentuh bahkan air mata ini hampir saja jatuh membasahi pipi. Memang hidup penuh dengan kemungkinan-kemungkinan. Kemungkinan baik maupun kemungkinan terburuk. 

Mau tau bagaimana ending dari Novel itu? baca aja.

Pada intinya, ceritanya bagus dan membuat ketagihan membaca karya seorang John Green.

Gue rasa, kalian perlu membaca novel itu agar tahu bagaimana rasanya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, ups. Bukan hanya itu saja, tapi kalian akan diajak bepetualang bersama dengan Alaska dan juga Pudge serta kawan-kawan. Ya, banyak hal yang menarik tentunya.

Oke sudah cukup yaa. Semoga bermanfaat.

Terimakasih.

“Hidup memang sejatinya penuh dengan misteri. Awalnya tak pernah berfikir tentang hadirmu dan pada akhirnya juga tak pernah berfikir bagaimana cara kepergianmu. Ya, aku paham bahwa hidup penuh dengan segala macam kemungkinan.”

Jumat, 25 Januari 2019

#Melogic Do you Need Motivators?


Hello, kembali lagi dengan saya seorang yang sedang mencoba menuangkan isi pikiran ke dalam sebuah tulisan yang entah apa faedahnya.

Kali ini akan memulai sesuatu yang berbeda dari minggu lalu, yaitu tentang pikiran-pikiran yang ada pada otak saya atau bisa disebut #melogic. Alasan menggunakan #melogic adalah singkatan dari Meita’s Logic. Ya, anggap saja begitu. Oke lah sudah tidak perlu dibahas lagi.

Bicara tentang motivasi? Apa itu motivasi? Ada yang tahu?

Dulu, ketika saya kuliah berkali-kali ada penjelasan tentang motivasi. Motivasi adalah dorongan. Pengertian panjangnya tida usah saya jelaskan di sini. Pada intinya, motivasi adalah dorongan.

Nah, seringkali seseorang membutuhkan motivasi atau dorongan yang membuat dia semakin semangat dalam menjalani hidup berat di dunia perkuliahan yaitu dengan memiliki seseorang yang spesial dalam hidupnya. Seringkali, seseorang juga membutuhkan motivator untuk memotivasi dirinya agar menjadi lebih semangat menjalani hari. Ada juga orang yang membutuhkan pacar untuk dijadikan motivator.

Pertanyaan saya, perlukah? Coba deh dijawab.

Perlukah? Oke akan saya jawab berdasarkan pikiran saya sendiri dan pendapat saya sendiri.

Sebelum menjawab perlu atau tidak perlu, saya akan membahas dulu tentang motivator. Saya bukan tipikal orang yang senang menonton acara-acara tentang motivasi dari seorang motivator terkenal. Alasannya, terkadang apa yang beliau sampaikan itu emm tidaklah rasional. Maksudnya adalah, hal-hal yang disampaikan dalam kata-kata penuh makna itu terkadang terasa enak di mulut saja. Ya, aku perpikir itu hanyalah ucapan dan pada kenyataannya apakah beliau para motivator handal bisa hidup sesempurna ucapan atau kata-kata motivasinya?

Sepertinya ada, namun ada juga yang hidupnya tidak seindah kalimat-kalimat yang ia ucapkan. Terkadang, apa yang diucapkan itu adalah apa yang ia pernah alami dan terkadang tidak sesuai dengan beberapa orang yang mengalami pengalaman tak serupa dengan beliau.
Sekarang, saya akan mencoba menjawab pertanyaan perlukah?

Jawaban saya adalah TIDAK!

Alasannya apa? alasannya adalah yang dapat menyadarkan diri kita, membangkitkan semangat, mengembalikan kita ke niat awal, kemudian yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu adalah diri kita sendiri. Paham?

Coba dipikirkan, ketika kalian selesai menonton acara motivasi atau selesai membaca buku tentang motivasi, awalnya yang mendorong kalian untuk membaca atau menonton acara itu siapa? Diri kalian sendirikan? Kemudian, apakah setelah kalian selesai membaca atau menonton hal tersebut, kalian akan langsung termotivasi dan menuruti kata-kata sang motivator? Coba pikirkan.

Ada dua kemungkinan. Ya dan Tidak.

Ya, mengapa Ya? Bisa saja kalian langsung terpengaruh dengan ucapan atau apapun itu dari sang motivator namun setelah itu kalian lupa dan hanya bertahan sekejap setelah beberapa hari, semua akan kembali seperti semula.

Tidak, mengapa Tidak? Karena tidak ada dorongan dari diri sendiri untuk melakukan seperti apa yang diucapkan sang motivator. Hasilnya, sia-sia. Sungguh tidak berguna.

Kesimpulannya adalah mungkin kalian memang butuh motivator yang berguna untuk menstimulus kalian dari luar dan ucapan yang seolah terkesan luar biasa dan menakjubkan. Akan tetapi pada dasarnya, motivator diri kalian, diri kita, ya kita sendiri.

Kalau bukan kita yang mendorong diri kita ya siapa lagi? bukankah begitu?

Seringkali ketika di dunia nyata, terjadi hal yang tidak sesuai dengan seharusnya. Seseorang diberi asupan-asupan motivasi agar menjadi lebih semangat dan memiliki tujuan atau melakukan usaha untuk meraih tujuan itu. Mereka mengatakan “Iya iya saya sanggup untuk ini dan itu blablabla”, namun mirisnya itu hanya manis di bibir saja. Kenyataan yang terjadi, mereka tetap sama saja.

Ketika diri sendiri saja tidak mau mendorong dirinya, ya segala sesuatu akan tetap sama. Apakah kalian masih membutuhkan motivator? Siapakah motivator terhebat dan yang paling berpengaruh pada diri kalian? Kalau boleh saya menjawab, motivator yang dimaksud adalah DIRI KITA SENDIRI. Memang segala sesuatu itu alangkah lebih baik jika dimulai dari DIRI SENDIRI.

Ah sudah yaa, yang ingin diskusi silahkan. Yang tidak sependapat juga silahkan, Yang sama pendapatnya juga silahkan karena semua orang memiliki pola pikir yang berbeda-beda.

Thank You...

“I don’t need a motivator cause I am a motivator of myself.”

Senin, 21 Januari 2019

#Mereview Novel: Hujan Punya Cerita tentang Kita

Cover Novel Hujan Punya Cerita tentang Kita

Hello guys.

Oke gue, emm enaknya gue atau aku atau saya? Ah menyesuaikan saja yaa.
Kali ini gue bakal cerita tentang novel pertama yang gue baca sejak jaman kuliah tahun berapa ya lupa. Pada intinya, dulu main ke Gramedia Jogja sama teman atau sendirian ya dulu, gue juga udah lupa karena gue itu anaknya sering kemana-mana sendiri biar engga tergantung sama orang karena emang kadang lebih nyaman sendiri. Ups, pantes masing single.

Dulu gue engga suka baca buku ataupun novel. Engga suka baca pada intinya. Saat sekolah, ke perpus aja bisa dihitung pakai jari berapa kali gue ke sana. Anti banget sama buku sama novel. Dulu itu gue merasa bahwa membaca buku itu sangat memusingkan dan membuat ngantuk. Nguap everytime. Parah, kan?

Akan tetapi, semua itu berubah sejak mulai terbiasa main ke gramedia. Oh ya, gue ingat sekarang. Gue ke gramedia sama teman gue. Dulu, gue iseng aja nyari novel yang kiranya menarik dan gue baca-baca sekilas di pojokan Gramed lantai tiga dekat jendela kaca itu. Pada akhirnya, gue tertarik sama novel berjudul Hujan Punya Cerita Tentang Kita.

Oke, I will tell my reasons ya. Gue suka hujan, entah mengapa ya suka aja gitu banyak menyimpan kenangan juga dan gue kan jadi penasaran sama novelnya. Pada akhirnya, gue beli dengan harga yang murah asli dulu sekitar enam puluh ribu rupiah atau berapa ya intinya engga mahal.

sinopsis yang bikin gue penasaran

Sampai di kost, gue baca. Engga sampai selesai satu hari, maklumlah ya masih pemanasan baca novel karena selama ini belum pernah baca satu novel pun. Payah gak sih? Pada akhirnya gue baca di rumah karena akhir pekan gue kan mudik. Hehe. Tradisi mahasiswa rantau.

Satu per satu halaman gue baca, gue nikmati setiap kalimat yang dituliskan oleh si penulis yaitu kak Yoana. Gaya bahasa membuat candu. Sederhana namun mengena. Benar-benar tepat gue beli dan baca novel itu pada masanya dulu.

Tentang isi cerita yaitu mengisahkan tentang C I N T A, hehehe. Kisah sederhana, namun mengena. Ya, tentang mahasiswa KKN di daerah Jawa Timur. Cinta lokasi saat KKN karena KKN itu kan (Kisah Kasih Nyata) hahaha. Dan ternyata, apa yang dikisahkan di buku itu banyak terjadi di dunia nyata dimana banyak mahasiswa cinta lokasi saat KKN dan kisah mereka berujung di pelaminan atau kandas di tengah jalan.

Ah, akan tetapi, yang terjadi pada novel itu adalah kisah yang membuat aku merasa “Kok bisa?” huft, ya itulah penulis yang bagus dan cerdas. Tidak membuat cerita yang mudah ditebak jalan ceritanya dan endingnya. Bagus, bagi yang pernah membaca pasti akan sepakat dengan gue. Betul tidak?

Gue tidak akan spoiler lah yaa, tidak baik. Pada intinya ceritanya bagus dan dari novel itu gue belajar beberapa hal bahwa segalanya bisa saja terjadi yang tadinya gak pernah dibayangkan sama sekali pun bisa terjadi dalam hidup kita. Memang manusia memiliki rencana-rencana indah dalam hidupnya akan tetapi, ketika Tuhan sudah berkehendak lain, manusia bisa apa? ya hanya bisa menjalani dengan baik dan mencoba untuk ikhlas menerima kehendak Tuhan. Benarkah begitu?

Ah, suatu karya yang bagus dan membuat gue jadi suka baca novel dan menulis cerita pendek di blog pada masanya dan menulis novel di wattpad pada masanya. Novel Hujan Punya Cerita tentang Kita juga menjadikan gue merasa bahagia dan semakin menikmati hujan. Mengapa? Bagi gue hujan itu mendamaikan sekaligus menakutkan.

Hujan juga menjadi saksi kedekatan gue sama dia yang sampai saat ini kadang masih gue rindukan. Hujan juga menjadi saksi awal perpisahan gue sama dia yang lain. Hujan juga menjadi saksi perjuangan gue dan dia yang lainnya lagi saat ingin sekedar menonton klub idola kami. Pada intinya, hujan juga punya cerita tentang aku dan mereka.

Sudah yaa, terimakasih sudah membaca dan sampai jumpa dikesempatan lainnya.

“Buat apa menjalin kisah kasih lama dengan seseorang jika pada akhirnya seseorang itu berada di pelaminan dengan orang yang berbeda.”

"Bagiku hujan memiliki dua sisi yang berlawanan, terkadang mendamaikan dan terkadang menakutkan. Namun demikian, hujan selalu menyimpan kenangan di setiap titik yang menghujam membasahi bumi. Pada dasarnya, aku menyukai hujan dan setiap kenangan tentangnya maupun tentang dia."

Logika Berkata Rasa

Entah apa yang membuat akhir-akhir ini menjadi gemar membicarakan rasa. Rasa, apa itu rasa? Sebuah karunia dari Tuhan yang begitu kaya. Kar...